salju

Sabtu, 29 Desember 2012

sejarah diturunkanya al qur'an


Al Quran diturunkan kepada nabi Muhammad dengan tiga cara, yaitu pertama malaikat Jibril turun dalam wujud manusianya dan membacakan ayat-ayat Al Quran kepada nabi Muhammad, kemudian beliau mengikutinya. Kedua, adalah Al Quran turun tanpa perantara malaikat Jibril, sehingga tiba-tiba saja ayat-ayat Al Quran tersebut muncul dalam pikiran nabi Muhammad dan yang ketiga adalah Al Quran turun dengan didahului terdengarnya suara gemerincing lonceng yang sangat kuat. Cara terakhir adalah cara yang dirasa nabi Muhammad sangat berat saat menerima wahyu Allah SWT.

Al Quran yang telah diturunkan ini kemudian diajarkan kepada keluarga dan sahabat-sahabat nabi terlebih dahulu sebelum akhirnya disyiarkan secara terang-terangan kepada masyarakat luas. Pada awalnya Al Quran ini hanya dituliskan pada media seadanya saja seperti kulit unta, tulang binatang dan lain-lain, mengingat pada zaman itu belum ditemukan manfaat kertas sebagai media untuk menuliskan Al Quran.

Pada zaman nabi Muhammad, Al Quran tidak diperbolehkan untuk ditulis, melainkan hanya dihafalkan saja di luar kepala baik oleh nabi Muhammad maupun sahabat-sahabatnya. Sementara itu, untuk menjaga kemurnian Al Quran, setiap malam di bulan Ramadhan malaikat Jibril turun ke bumi dan membacakan ayat-ayat Al Quran tersebut dan nabi Muhammad mendengarkannya dengan seksama. Nabi Muhammad sendiri melarang penulisan Al Quran ini dalam media apapun dalam satu kesatuan.

Setelah nabi Muhammad meninggal dunia, tongkat kepemimpinan Islam diberikan kepada kalifah Abu Bakar As syidiq. Pada masa kepemimpinan Abu Bakar ini, orang-orang Islam yang tipis imannya mulai banyak yang meninggalkan Islam. Mereka meninggalkan semua perintah-perintah Allah seperti shalat, puasa dan zakat. Selain itu, bermunculan pula nabi-nabi palsu yaitu orang-orang yang mengaku sebagai penerus nabi Muhammad.

Bayangkan saja, ternyata sejak ratusan tahun yang lalu sudah banyak bermunculan nabi-nabi palsu ke dunia ini. Maka tentu bukan suatu hal yang mengherankan jika sampai posting ini ditulispun masih saja ada orang-orang yang mengaku dirinya adalah nabi. Di Indonesia yang sebagian besar penduduknya muslim ini saja ada banyak kasus kemunculan nabi palsu. Di antaranya Ahmad Mussadeq, Lia Eden dan lain-lain.

Kasus terbaru dan masih hangat adalah masalah aliran Ahmadiyah yang menganggap bahwa Ahmad Mirza adalah nabi penerus nabi Muhammad. Padahal Ahmad Mirza adalah nabi yang diangkat oleh ratu Inggris atas jasa-jasanya memimpin sebagian umat muslim Pakistan untuk berperang melawan muslim-muslim yang memberontak kepada kerajaan Inggris yang saat itu menjajah Pakistan. Ratu Inggris kemudian menyatakan bahwa Ahmad Mirza adalah “Nabi baru” umat Islam yang cinta perdamaian. <---- Tulisan yang dicetak miring adalah tambahan dari penulis sendiri dan bukan merupakan bagian dari kultum.

Kembali lagi ke zaman Kalifah Abu Bakar, dengan munculnya nabi-nabi palsu ini, maka Kalifah Abu Bakar kemudian memerintahkan para sahabat untuk memerangi nabi-nabi palsu dan umat Islam yang tipis imannya itu. Sayangnya, banyak sahabat nabi yang hafal Al Quran dalam rangka menegakkan agama Islam kemudian berguguran satu demi satu.

Melihat hal ini, kemudian Umar bin Khatab menyarankan kepada Kalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan ayat-ayat Al Quran dan menuliskannya menjadi satu kitab saja. Awalnya, ide ini ditentang oleh Kalifah Abu Bakar, karena menurut beliau nabi Muhammad sendiri yang melarang penulisan ayat-ayat Al Quran tersebut, namun setelah melalui perdebatan panjang dan demi menegakkan agama Islam, akhirnya Kalifah Abu Bakar pun mengalah. Setelah itu, dibentuklah panitia pengumpulan dan penulisan Al Quran tersebut.

Ayat-ayat Al Quran itu kemudian dikumpulkan dan ditulis ulang oleh Zaid bin Tsabit. Pada masa Kalifah Umar bin Khatab, kitab Al Quran hanya berjumlah lima buah dan disimpan di lima tempat yang berbeda antara lain, Mekkah, Basrah, Madinah, dan disimpan oleh Kalifah Umar sendiri.

Pada era kepemimpinan Utsman bin Affan, beliau berhasil menaklukkan Syria yang terlebih dahulu sudah mengenal kertas sebagai media untuk menulis. “Teknologi baru“ ini kemudian dimanfaatkan untuk memperbanyak kitab Al Quran. Akibatnya, sekarang semua orang dapat membaca, mengkaji dan memperdalam Al Quran dimanapun dan kapanpun juga. Bahkan, pada zaman sekarang Al Quran diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dengan tentu saja tetap menuliskan ayat-ayat asli Al Quran yang masih berbahasa Arab, sehingga kemurnian Al Quran Insya Allah masih terjaga kemurniannya bahkan sampai sekarang sekalipun. Terjemahan yang ada dalam Al Quran ini semata-mata hanya untuk mempermudah umat Islam untuk mempelajari Al Quran.

hukum bacaan mad

Hukum Mad ( مَدٌ )


Mad artinya : memanjangkan bacaan, dengan menggunakan harakat.

Rumusnya :

1 alif = 2 harkat, 2 alif = 4 harkat, 2 ½ = 5 harkat, 3 alif = 6 harkat.

Harkat = bunyi ketukan.

Hukum Mad terbagi menjadi 2, yaitu :

Mad Ashli ( ﺃﺻﻠﻰ )

Ashli artinya : asal (asal muasal, asal mula kejadian)

Terbagi menjadi 1, yaitu :

- Mad Thobi’i ( ﻃﺒﻴﻌﻰ )

Hurufnya ada tiga, yaitu : وْ -ُ , يْ ِ- ,ا -َ

a. Alif mati sesudah fathah

b. Ya’ mati sesudah kasroh

c. Wau mati sesudah domah

Panjangnya : 1 alif = 2 harkat.

Cara bacanya dipanjangkan, satu alif atau dua harkat.

Contohnya : ﻨُوْﺤِﻴْﻬَﺎ

Mad Far’i ( ﻓﺮﻋﻰ )

Far’i artinya : bagian atau cabang

Terbagi menjadi beberapa yaitu :

- Mad Wajib Muttashil (ﻤﺗﺻلٌ واﺠبٌ )

Wajib artinya : harus, Muttashil artinya : dalam satu kata.

Mad Wajib Muttashil adalah apabila ada huruf mad bertemu dengan huruf hamzah dalam satu kata, maka harus panjang 5 (lima) harkat.

Contohnya :

إذاجآء , سوء

- Mad Jaiz Munfashil ( ﺠاﺌﺯ ﻤﻨﻓﺻل )

Jiaz artinya : boleh, Munfashil artinya : di luar kata.

Mad Jaiz Munfashil adalah apabila ada huruf mad bertemu dengan huruf hamzah di lain (luar) kata, maka dibaca panjangnya boleh 2, 4 atau 6 harkat.

Contohnya :

مآ أنزل , يأيّها

- Mad Lain ( ﻠﻴﻥ )

Lain artinya : lemas.

Hurufnya ada 2, yaitu : وْ -َ , يْ ِ-َ

a. Ya’ mati setelah fathah

b. Wau mati setelah fathah

Cara bacanya dipanjangkan 2 harkat tapi lemas.

Jika di akhir kalimat, maka dibacanya boleh 2, 4 atau 6 harkat.

Contohnya :

عليهم , يوم

- Mad ‘Arid Lissukun ( ﻋاﺮﺾ ﻠﻠسّکوﻥ )

‘Arid artinya : barulah, Lissukun artinya : di matikan.

Mad ‘Arid Lissukun adalah apabila ada huruf mad bertemu dengan huruf hijaiyyah hidup pada akhir kalimat, maka cara bacanya dipanjangkan terlebih dahulu baru dimatikan.

Contohnya :

نستعين ۝, عزيزحکيم ۝

- Mad ‘Iwad ( عوادٌ )

‘Iwad artinya : membuang tanwin.

Mad ‘Iwad adalah apabila ada fathah tain ( -ً ) bertemu dengan huruf alif atau ya’ mati di akhir kalimat, maka cara bacanya dipanjangkan 2 harkat.

Contohnya :

عليماحکيما۝, ﺛﻼﺛﺎ ﺛﻼ ﺛﺎ۝

- Mad Badal ( بدلٌ )

Badal artinya : berdiri sendiri (sebagai pengganti huruf alif mati).

Mad Badal adalah apabila ada huruf hamzah ( أ ) bertemu huruf alif mati setelah fathah atau ya’ mati setelah kasroh, maka dibacanya panjang 2 harkat.

Contohnya :

أمنو , إيمان

- Mad Shilah Thowwilah ( ﺻﻠﺔ ﻄﻮﻴﻠﺔ )

Mad Shilah Thowwilah adalah apabila ada huruf ha marbithoh ( ﻩ / ﻪ ) bertanda mad dan bertemu huruf hamzah, maka dibacanya boleh panjang 2, 4 atau 6 harkat.

Contohnya :

له مغفرة , به

Apabila berada di akhir kalimat, maka harus sukun (mati).

Contoh :

غيرلّه ۚ

- Mad Shilah Qoshirah ( ﺻﻠﺔ قصيرﺓ )

Mad Shilah Thowwilah adalah apabila ada huruf ha marbithoh (ﻩ / ﻪ ) bertanda mad, maka dibacanya panjang 2 harkat.

Contohnya :

وله أجر

Apabila berada di akhir kalimat, maka harus sukun (mati).

Contoh : (sama seperti Mad Shilah Thowilah)

- Mad Lazim Kilmi Musaqol ( ﻻﺯﻢِمثقل ٌکلم )

Mad Lazim Kilmi Musaqol adalah apabila ada huruf mad bertanda ( ﺁ ) bertemu dengan huruf hijaiyyah bersiddah, maka dibacanya panjang 6 harkat.

Contohnya :

ﻮﻻﺍﻠﺿﺂ لّين

- Mad Lazim Kilmi Mushbah (ﻻﺯﻢ کلم مخفف)

Mad Lazim Kilmi Mushbah adalah apabila ada huruf mad bertanda ( ﺁ ) bertemu dengan huruf hijaiyyah disukun, maka dibacanya panjang 6 harkat.

Contohnya :

ﺁﻠﺌن

- Mad Lazim Harfi Mushbah (ﻻﺯمْﺤﺮﻒِﻣشبعٌ )

Mad Lazim Harfi Mushbah adalah apabila ada huruf hijaiyyah bertanda mad di awal surah dengan bunyi harkat, maka panjangnya 2 harkat.

Contohnya :

ﻃﻪ , ﻴﺲ

- Mad Lazim Harfi Musaqol (ﻻﺯمْﺤﺮﻒِمسقل )

Mad Lazim Harfi Mushbah adalah apabila ada huruf hijaiyyah bertanda mad di awal surah dengan bunyi hurufnya penuh, maka panjangnya 6 harkat.

Contohnya :

ن , ق , المٌ , کهيعص

- Mad Tamkin ( ﺘﻣکﻴﻥ )

Mad Tamyin adalah apabila ya mati ( يْ ) setelah ya kasrah ( يِِ ), maka dibacanya panjang 2 harkat.

Contohnya : يحييکم

- Mad Farq ( فرق )

Mad Farq adalah apabila ada tanda mad pada huruf alif (ﺁ ) bertemu dengan lafadz Jalalaih, maka dibacanya panjang 6 harkat.

Contohnya :

آﷲ

Nama-nama al-Quran

Nama-nama al-Quran

 Allah memberi nama Kitab-Nya dengan Al Qur’an yang berarti "bacaan".  Arti ini dapat kita lihat dalam surat (75) Al Qiyaamah; ayat 17 dan 18 sebagaimana tersebut di atas.
Nama ini dikuatkan oleh ayat-ayat yang terdapat dalam surat (17) Al lsraa’ ayat 88; surat (2) Al Baqarah ayat 85; surat (15) Al Hijr ayat 87; surat (20) Thaaha ayat 2; surat (27) An Naml ayat 6; surat (46) Ahqaaf ayat 29; surat (56) Al Waaqi’ah ayat 77; surat (59) Al Hasyr ayat 21 dan surat (76) Addahr ayat 23.
Menurut pengertian ayat-ayat di atas Al Qur’an itu dipakai sebagai nama bagi Kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad s.a.w.
·                     Selain Al Qur’an, Allah juga memberi beberapa nama lain bagi Kitab-Nya, sepcrti:
  1. Al Kitab atau Kitaabullah: merupakan synonim dari perkataan Al Qur’an, sebagaimana tersebut dalam surat (2) Al Baqarah ayat 2 yang artinya; "Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya…." Lihat pula surat (6) Al An’aam ayat 114. 
     2. Al Furqaan: "Al Furqaan" artinya: "Pembeda", ialah "yang membedakan yang benar dan yang batil", sebagai tersebut dalam surat (25) Al Furqaan ayat 1 yang artinya: "Maha Agung (Allah) yang telah menurunkan Al Furqaan, kepada hamba-Nya, agar ia menjadi peringatan kepada seluruh alam"
  3. Adz-Dzikir. Artinya: "Peringatan". sebagaimana yang tersebut dalam surat (15) Al Hijr ayat 9 yang artinya: Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan "Adz-Dzikir dan sesungguhnya Kamilah penjaga-nya" (Lihat pula surat (16) An Nahl ayat 44. Dari nama yang tiga tersebut di atas, yang paling masyhur dan merupakan nama khas ialah "Al Qur’an". Selain dari nama-nama yang tiga itu dan lagi beberapa nama bagi Al Qur’an. lmam As Suyuthy dalam kitabnya Al Itqan, menyebutkan nama-nama Al Qur’an, diantaranya: Al Mubiin, Al Kariim, Al Kalam, An Nuur.

Hikmah diturunkan al-Quran secara beransur-ansur

Hikmah diturunkan al-Quran secara beransur-ansur

Al Qur’an diturunkan secara beransur-ansur dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari atau 23 tahun, 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah. Hikmah Al Qur’an diturunkan secara beransur-ansur itu ialah:
1. Agar lebih mudah difahami dan dilaksanakan. Orang tidak akan melaksanakan suruhan, dan larangan sekiranya suruhan dan larangan itu diturunkan sekaligus banyak. Hal ini disebutkan oleh Bukhari dan riwayat ‘Aisyah r.a.
2. Di antara ayat-ayat itu ada yang nasikh dan ada yang mansukh, sesuai dengan permasalahan pada waktu itu. Ini tidak dapat dilakukan sekiranya Al Qur’an diturunkan sekaligus. (ini menurut pendapat yang mengatakan adanya nasikh dan mansukh).
3. Turunnya sesuatu ayat sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi akan lebih mengesankan dan lebih berpengaruh di hati.
4. Memudahkan penghafalan. Orang-orang musyrik yang telah menayakan mengapa Al Qur’an tidak diturunkan sekaligus. sebagaimana tersebut dalam Al Qur’an ayat (25) Al Furqaan ayat 32, yaitu:
·                     mengapakah Al Qur’an tidak diturunkan kepadanya sekaligus
·                     Kemudian dijawab di dalam ayat itu sendiri:
·                     demikianlah, dengan (cara) begitu Kami hendak menetapkan hatimu
5. Di antara ayat-ayat ada yang merupakan jawaban daripada pertanyaan atau penolakan suatu pendapat atau perbuatan, sebagai dikatakan oleh lbnu ‘Abbas r.a. Hal ini tidak dapat terlaksana kalau Al Qur’an diturunkan sekaligus.

Bagaimanakah al-Quran itu diwahyukan.

Bagaimanakah al-Quran itu diwahyukan.

Nabi Muhammad s.a.w. dalam hal menerima wahyu mengalami bermacam-macam cara dan keadaan. di antaranya:
1, Malaikat memasukkan wahyu itu ke dalam hatinya. Dalam hal ini Nabi s.a.w. tidak melihat sesuatu apapun, hanya beliau merasa bahwa itu sudah berada saja dalam kalbunya. Mengenai hal ini Nabi mengatakan: "Ruhul qudus mewahyukan ke dalam kalbuku", (lihat surah (42) Asy Syuura ayat (51).
2. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi berupa seorang laki-laki yang mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliau mengetahui dan hafal benar akan kata-kata itu.
3. Wahyu datang kepadanya seperti gemerincingnya loceng. Cara inilah yang amat berat dirasakan oleh Nabi. Kadang-kadang pada keningnya berpancaran keringat, meskipun turunnya wahyu itu di musim dingin yang sangat. Kadang-kadang unta beliau terpaksa berhenti dan duduk karena merasa amat berat, bila wahyu itu turun ketika beliau sedang mengendarai unta. Diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit: "Aku adalah penulis wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah. Aku lihat Rasulullah ketika turunnya wahyu itu seakan-akan diserang oleh demam yang keras dan keringatnya bercucuran seperti permata. Kemudian setelah selesai turunnya wahyu, barulah beliau kembali seperti biasa".
·                     4. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi, tidak berupa seorang laki-laki seperti keadaan no. 2, tetapi benar-benar seperti rupanya yang asli. Hal ini tersebut dalam Al Qur’an surah (53) An Najm ayat 13 dan 14.
Artinya:
·                     Sesungguhnya Muhammad telah melihatnya pada kali yang lain (kedua). Ketika ia berada di Sidratulmuntaha.

hukum bacaan nun mati dan tanwin

zhar Halqi

Jika nun mati atau tanwin bertemu/menghadap salah satu huruf izhar yaitu ح,خ,ع,غ,أ,ھ cara membacanya jelas, dan terang tidak diperbolehkan untuk mendengung.

Idgham

Hukum bacaan ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

Idgham Bighunnah

Jika nun mati atau tanwin bertemu huruf-huruf seperti: mim (م), nun (ن), wau (و), dan ya' (ي), maka ia harus dibaca dengan dengung.
Contoh: فِيْ عَمَدٍ مُّمَدَّدَةٍ harus dibaca Fī ʿamadim mumaddadah.

Idgham Bilaghunnah

Jika nun mati atau tanwin bertemu huruf-huruf seperti ra' (ر) dan lam (ل), maka ia harus dibaca tanpa dengung.
Contoh: مَنْ لَمْ harus dibaca Mal lam

Pengecualian

Jika nun mati atau tanwin bertemu dengan keenam huruf idgam tersebut tetapi ditemukan dalam satu kata, seperti بُنْيَانٌ, اَدُّنْيَا, قِنْوَانٌ, dan صِنْوَانٌ, maka nun mati atau tanwin tersebut dibaca jelas.

Iqlab

Hukum ini terjadi apabila nun mati atau tanwin bertemu dengan huruf ba' (ب). Dalam bacaan ini, bacaan nun mati atau tanwin berubah menjadi bunyi mim.
Contoh: لَيُنۢبَذَنَّ harus dibaca Layumbażanna

Ikhfa' haqiqi

Jika nun mati atau tanwin bertemu dengan huruf-huruf seperti ta'(ت), tha' (ث), jim (ج), dal (د), dzal (ذ), zai (ز), sin (س), syin (ش), sod (ص), dhod (ض), tho (ط), zho (ظ), fa' (م), qof (م), dan kaf (ك), maka ia harus dibaca samar-samar (antara Izhar dan Idgham)
Contoh: نَقْعًا فَوَسَطْنَ


makhorijul huruf


Tempat-tempat keluarnya huruf hijaiyah (29) itu memang banyak yang berpendapat, namun dari sekian pendapat yang paling banyak diikuti oleh ulama qurro’ dan ahlul ada’ adalah pendapat Syekh Kholil bin Ahmad an-Nahwiy (Guru Imam Sibaweh). Adapun menurut beliau Makhorijul Huruf Hujaiyah itu ada 17 tempat, dan bila diringkas ada 5 tempat, yatu; Al-Jauf (lubang /rongga mulut), Al-Halqu (tenggorokan / kerongkongan), Al-Lisanu (lidah), Asy-Syafatain (dua bibir) dan Al-Khoisyum (janur hidung).
Penjelasan dari masing-masing makhorijul huruf tersebut adalah sebagai berikut :
a. Al-Jauf (الجوف), artinya rongga mulut dan rongga tenggorokan.
Yaitu tempat keluarnya huruf hijaiyah yang terletak pada rongga mulut dan rongga tenggorokan. Bunyi huruf yang keluar dari rongga mulut dan rongga tenggorokan ada tiga macam, yaitu ; alif ( ا ), wawu mati ( وْ ) dan ya’ mati ( يْ ) dengan penjelasan sebagai berikut :
1) Alif dan sebelumnya ada huruf yang difathah Contoh : مَالَا غَوَى
2) Wawu mati dan sebelumnya ada huruf yang didhommah Contoh :قُوْلُوْا
3) Ya’ mati dan sebelumnya ada huruf yang dikasrah Contoh :
حَامِدِيْنَ
b. Al-Halqu (الحلق), artinya tenggorokan / kerongkongan
Yaitu tempat keluar bunyi huruf hijaiyah yang terletak pada kerongkongan / tenggorokan. Dan berdasarkan perbedaan teknis pelafalannya, huruf-huruf halqiyah (huruf-huruf yang keluar dari tenggorokan) dibagi menjadi tiga bagian yaitu ;
1) Aqshal halqiy (pangkal tenggorokan), yaitu huruf hamzah ( ء )dan ha’ ( ه )
2) Wasthul halqiy (pertengahan tenggorokan), yaitu huruf ha’ ( ح ) dan ’ain ( ع )
3) Adnal halqiy (ujung tenggorokan), yaitu huruf ghoin ( غ ) dan kho’ ( خ )
c. Al-Lisan (اللسان), artinya lidah
Bunyi huruf hijaiyah dengan tempat keluarnya dari lidah ada 18 huruf, yaitu : Berdasarkan delapan belas huruf itu dapat dikelompokkan menjadi 10 makhraj, yaitu sebagai berikut :
1) Pangkal lidah dan langit-langit mulut bagian belakang, yaitu huruf Qof (ق). Maksudnya bunyi huruf qof ini keluar dari pangkal lidah dekat dengan kerongkongan yang dihimpitkan ke langit-langit mulut bagian belakang.
2) Pangkal lidah bagian tengah dan langit-langit mulut bagian tengah, yaitu huruf Kaf (ك). Maksudnya bunyi huruf kaf ini keluar dari pangkal lidah di depan makhraj huruf qof, yang dihimpitkan ke langit-langit bagian mulut bagian tengah.
“Dua huruf tersebut ( ق ) dan ( ك ), lazimnya disebut huruf LAHAWIYAH ( لهويّة ), artinya huruf-huruf sebangsa anak mulut atau sebangsa telak lidah.”
3) Tengah-tengah lidah, yaitu huruf Jim ( ج ), Syin ( ش ) dan Ya’ ( ي ). Maksudnya bunyi huruf-huruf tersebut keluar dari tengah-tengah lidah tepat, serta menepati langit-langit mulut yang tepat di atasnya.
“Tiga huruf ini lazimnya disebut huruf SYAJARIYAH ( شجريّة ), artinya huruf-huruf sebangsa tengah lidah.”
4) Pangkat tepi lidah, yaitu huruf Dlod ( ض ).
Maksudnya bunyi huruf Dlod ( ض ) keluar dari tepi lidah (boleh tepi lidah kanan atau kiri) hingga sambung dengan makhrojnya huruf lam, serta menepati graham.
“Huruf Dlod ( ض ) ini lazimnya disebut huruf JAMBIYAH (حنبيّة), artinya huruf sebangsa tepi lidah.”

5) Ujung tepi lidah, yaitu huruf Lam (ل).
Maksudnya bunyi huruf Lam (ل) keluar dari tepi lidah (sebelah kiri/kanan) hingga penghabisan ujung lidah, serta menepati dengan langit-langit mulut atas.
6) Ujung lidah, yaitu huruf Nun (ن).
Maksudnya bunyi huruf Nun (ن) keluar dari ujung lidah (setelah makhrojnya Lam (ل), lebih masuk sedikit ke dasar lidah dari pada Lam (ل)), serta menepati dengan langit-langit mulut atas.
7) Ujung lidah tepat, yaitu huruf Ro’ (ر).
Maksudnya bunyi huruf Ro’ (ر) keluar dari ujung lidah tepat (setelah makhrojnya Nun dan lebih masuk ke dasar lidah dari pda Nun), serta menepati dengan langit-langit mulut atas.
“Tiga huruf tersebut di atas (Lam, Nun dan Ro’), lazimnya disebut huruf DZALQIYAH (ذلقية), artinya huruf-huruf sebangsa ujung lidah.”
8). Kulit gusi atas, yaitu Dal (د), Ta’ (ت) dan Tho’ (ط).
Maksudnya bunyi huruf-huruf tersebut keluar dari ujung lidah, serta menepat i dengan pangkal dua gigi seri yang atas.
“Tiga huruf tersebut lazimnya disebut NATH’IYAH (نطغية), artinya huruf-huruf sebangsa kulit gusi atas.
9) Runcing lidah, yaitu huruf Shod (ص), Sin (س) dan Za’ (ز).
Maksudnya bunyi huruf-huruf tersebut keluar dari ujung lidah, serta menepati ujung dua gigi seri yang bawah.
“Tiga huruf tersebut lazimnya disebut huruf ASALIYAH (أسلية), artinya huruf-huruf sebangsa runcing lidah.”
10) Gusi, yaitu huruf Dho’ (ظ), Tsa’ (ث) dan Dzal (ذ).
Maksudnya huruf-huruf tersebut keluar dari ujung lidah, serta menepati dengan ujung dua gigi seri yang atas.
“Tiga huruf ini lazimnya disebut huruf LITSAWIYAH (لثوية), artinyahuruf sebangsa gusi.”
d. Al-Syafatain, artinya dua bibir
Yaitu tempat keluarnya huruf hijaiyah yang terletak pada kedua bibir.Yang termasuk huruf-huruf syafatain ialah wawu (و), fa’ (ف), mim (م) dan ba’ (ب) dengan perincian sebagai berikut :
1) Fa’ (ف) keluar dari dalamnya bibir yang bawah, serta menepati dengan ujung dua gigi seri yang atas.
2) Wawu, Ba, Mim (و , ب , م) keluar dari antara dua bibir (antara bibir atas dan bawah). Hanya saja untuk Wawu bibir membuka, sedangkan untuk Ba dan Mim bibir membungkam.
“Empat huruf tersebut di atas lazimnya disebut huruf SYAFAWIYAH, artinya huruf-huruf sebangsa bibir.”
e. Al-Khaisyum, artinya pangkal hidung
Yaitu tempat keluarnya huruf hijaiyah yang terletak pada janur hidung. Dan jika kita menutup hidung ketika membunyikan huruf tersebut, maka tidak dapat terdengar. Adapun huruf-hurufnya yaitu huruf-huruf ghunnah mim dan nun dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Nun bertasydid (نّ)
2) Mim bertasydid (مّ)
3) Nun sukun yang dibaca idghom bigunnah, iqlab dan ikhfa’ haqiqiy
4) Mim sukun yang bertemu dengan mim (م) atau ba (ب)

Definisi

Secara Bahasa Qara’a mempunyai arti mengumpulkan dan menghimpun dan qiraah berarti menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu dgn yg lain dalam satu ucapan yg tersusun rapi. Quran pada mulanya seperti qiraah yaitu masdar dari kata qara’a qiraatan quranan. Allah SWT berfirman yg artinya Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya dan membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kata qur’anah pada ayat di atas berarti qiraatuhu {bacaannya/cara membacanya}. Jadi kata itu adl masdar menurut wazan fu’lan dgn vokal u seperti ghufran dan syukran. Kita dapat mengatakan qara’tuhu quran qiraatan wa quranan artinya sama saja. Di sini maqru’ {apa yg dibaca} diberi nama quran yakni penamaan maf’ul dgn masdar.
Quran dikhususkan sebagai nama bagi kitab yg diturunkan kepada Muhammad saw. sehingga Quran menjadi nama khas bagi kitab itu sebagai nama diri. Secara gabungan kata itu dipakai utk nama Quran secara keseluruhan begitu juga utk penamaan ayat-ayatnya. Maka jika kita mendengar orang membaca ayat Quran kita boleh mengatakan bahwa ia sedang membaca Alquran.
Dan apabila dibacakan Quran maka dengarlah dan perhatikanlah .. {Al-A’raaf 204}.
Sebagian ulama menyebutkan bahwa penamaan kitab ini dgn nama Alquran di antara kitab-kitab Allah itu krn kitab ini mencakup inti dari kitab-kitab-Nya bahkan mencakup inti dari semua ilmu. Hal itu diisyaratkan dalam firman-Nya yg artinya Dan Kami turunkan kepadamu al-kitab sebagai penjelasan bagi segala sesuatu. .
Tiada Kami alpakan sesuatu pun di dalam al-kitab ini . {Al-An’am 38}.
Dr. Subhi Al Salih mendefinisikan Al-Qur’an sebagai berikut: “Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf serta diriwayatkan dengan mutawatir, membacanya termasuk ibadah”.
Adapun Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur’an sebagai berikut: “Al-Qur’an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s. dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas”
Dengan definisi tersebut di atas , firman Allah yang diturunkan kepada Nabi selain Nabi Muhammad SAW, tidak dinamakan Al-Qur’an seperti Kitab Taurat yang diturunkan kepada umat Nabi Musa AS atau Kitab Injil yang diturunkan kepada umat Nabi Isa AS. Demikian pula firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, seperti Hadits Qudsi, tidak termasuk Al-Qur’an.
Sebagian ulama berpendapat bahwa kata Quran itu pada mulanya tidak berhamzah sebagai kata jadian. Mungkin krn ia dijadikan sebagai suatu nama bagi kalam yg diturunkan kepada Nabi saw. dan bukannya kata jadian dari qaraa atau mungkin juga krn ia berasal dari kata qarana asy-syai’ bi asy-syai’ yg berarti memperhubungkan sesuatu dgn yg lain atau juga berasal dari kata qaraain krn ayat-ayatnya satu dgn yg lain saling menyerupai. Dengan demikian huruf nun itu asli. Namun pendapat ini masih diragukan yg benar adl pendapat yg pertama.
Secara Istilah Quran memang sukar diberi batasan-batasan dgn definisi-definisi logika yg mengelompokkan segala jenis bagian-bagian serta ketentuan-ketentuannya yg khusus mempunyai genus differentia dan propium sehingga definisi Quran memiliki batasan yg benar-benar kongkret. Yg kongkret adl menghadirkannya dalam pikiran atau dalam realita misalnya kita menunjuk sebagai Quran kepada yg tertulis dalam mushaf atau terbaca dgn lisan. Untuk itu kita katakan Quran adl apa yg ada di antara dua buku atau kita katakan juga Alquran adl bismillaahir rahmaanir rahiim alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin minal jinnati wannaas.
Para ulama menyebutkan definisi Alquran yg mendekati maknanya dgn membedakan dari yg lain dgn menyebutkan bahwa Alquran adl kalam atau firman Allah yg diturunkan kepada Muhammad saw. yg pembacaannya merupakan ibadah. Dalam definisi kalam merupakan kelompok jenis yg meliputi segala kalam. Dan dgn menggabungkannya kepada Allah berarti tidak termasuk semua kalam manusia jin dan malaikat.
Dan dgn kata-kata yg diturunkan maka tidak termasuk kalam Allah yg sudah khusus bagi milik-Nya.
Katakanlah ‘Sekiranya lautan menjadi tinta utk menuliskan firman Rabku akan habislah lautan sebelum firman Rabku habis ditulis sekalipun Kami berikan tambahannya sebanyak itu pula. Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan menjadi tinta ditambahkan sesudahnya tujuh lautan lagi niscaya kalam Allah tidak akan habis-habisnya.Dan membatasi apa yg diturunkan itu hanya kepada Muhammad saw. tidak termasuk apa yg diturunkan kepada nabi-nabi sebelumnya seperti Taurat Injil dll.
Adapun yg pembacaannya merupakan suatu ibadah mengecualikan hadis-hadis ahad dan hadis-hadis qudsi-bila kita berpendapat bahwa yg diturunkan Allah itu kata-katanya-sebab kata-kata pembacaannya sebagai ibadah artinya perintah utk membacanya di dalam salat dan lainnya sebagai suatu ibadah sedangkan qiraat ahad dan hadis-hadis qudsi tidak demikian halnya.

Surat, ayat dan ruku’

Al-Qur’an terdiri atas 114 bagian yang dikenal dengan nama surah (surat). Setiap surat akan terdiri atas beberapa ayat, di mana surat terpanjang dengan 286 ayat adalah surat Al Baqarah dan yang terpendek hanya memiliki 3 ayat yakni surat Al Kautsar, An-Nasr dan Al-‘Așr. Surat-surat yang panjang terbagi lagi atas sub bagian lagi yang disebut ruku’ yang membahas tema atau topik tertentu.

Surat Makkiyah dan Madaniyah

Menurut tempat diturunkannya, setiap surat dapat dibagi atas surat-surat Makkiyah (surat Mekkah) dan Madaniyah (surat Madinah). Pembagian ini berdasarkan tempat dan waktu penurunan surat dan ayat tertentu di mana surat-surat yang turun sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah digolongkan surat Makkiyah sedangkan setelahnya tergolong surat Madaniyah. Surat yang turun di Makkah pada umumnya suratnya pendek-pendek, menyangkut prinsip-prinsip keimanan dan akhlaq, panggilannya ditujukan kepada manusia. Sedangkan yang turun di Madinah pada umumnya suratnya panjang-panjang, menyangkut peraturan-peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan Tuhan atau seseorang dengan lainnya (syari’ah). Pembagian berdasar fase sebelum dan sesudah hijrah ini lebih tepat, sebab ada surat Madaniyah yang turun di Mekkah.[rujukan?]
Juz dan manzil
Dalam skema pembagian lain, Al-Qur’an juga terbagi menjadi 30 bagian dengan panjang sama yang dikenal dengan nama juz. Pembagian ini untuk memudahkan mereka yang ingin menuntaskan bacaan Al-Qur’an dalam 30 hari (satu bulan). Pembagian lain yakni manzil memecah Al-Qur’an menjadi 7 bagian dengan tujuan penyelesaian bacaan dalam 7 hari (satu minggu). Kedua jenis pembagian ini tidak memiliki hubungan dengan pembagian subyek bahasan tertentu.

Menurut ukuran surat Al-Qur’an

Dari segi panjang-pendeknya, surat-surat di dalam Al-Qur’an terbagi menjadi empat bagian:
  • As Sab’uththiwaal (tujuh surat yang panjang). Yaitu Surat Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisaa’, Al-A’raaf, Al-An’aam, Al Maa-idah dan Yunus
  • Al Miuun (seratus ayat lebih), seperti Hud, Yusuf, Mu’min
  • Al Matsaani (kurang sedikit dari seratus ayat), seperti Al-Anfaal, Al-Hijr
  • Al Mufashshal (surat-surat pendek), seperti Adh-Dhuha, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas